Haaaaay. Udah lama banget ya Asti nggak posting cerpen. Berapa bulan yang lalu ya? LAMA BANGET yang jelas ! Nah, sekarang Asti mau kasih cerpen ke kalian. Ini sebenernya diikutkan lomba, tapi nggak menang. Jadi posting disini deh. Sedih :'( . #CURHATMODEON.
Sudah
3 tahun lamanya aku mengalami masa-masa sulit. Sulit untuk mencari
penggantinya. Bagaimana bisa seperti ini? Ini benar-benar pertama kalinya aku
mengalami kesulitan melupakan seseorang. Sebelumnya, aku bisa begitu mudah dengan
yang namanya “melupakan”. Tapi semenjak bertemu dan mengakhiri hubungan
dengannya, tidak segampang dengan yang lain.
Dan
untuk saat ini, aku mencoba melupakannya dengan berpacaran dengan Yudi. Saat
ini aku sudah 1 tahun menjalani bersama Yudi. Yudi tidak tahu kalau aku masih
belum bisa menghilangkan bayang-bayang Rendy. Aku jahat, memang. Aku mengira
bersama Yudi, aku bisa menghilangkan kenangan bersama Rendy dulu. Walau
kenangan itu yang hanya lewat pesan singkat dan email-email yang dikirimkan untukku.
Dan
besok tepat Anniversary pertamaku bersama Yudi. Dan kebetulan sekali tepat kami
berdua libur kuliah. Aku masih malas-malasan berbaring di tempat tidur. Aku
terus memutar playlist yang berisi lagu-lagu yang diberikan Rendy dulu. Aku
selalu membawa kartu SD yang berisi playlist tersebut. Untungnya, Yudi tidak
menyadari.
1. Kisah
Romantis by Glen Fredly
2. Lebih
Indah by Adera
3. Ku
Pinang Kau Dengan Bismillah by Ungu feat Rossa
4. Betapa
Aku Mencintaimu by Vagetoz
5. Aishiteru
by Zhifilia
Walau
cuma enam lagu, tapi ini bener-bener lagu yang buat aku ngerasa istimewa. Aku
benar-benar meridukannya saat ini. Mau mencari info pun percuma. Aku
benar-benar tidak tahu keberadaannya sekarang. Sudah dibohongi identitas
olehnya, aku masih saja bisa-bisanya merindukan dan menginginkannya kembali.
Sudah nyaman dengannya. Rata-rata bukannya perempuan seperti ini? Terlanjur
nyaman dan akhirnya susah move on.
Aku
memang tidak pernah menerima telpon darinya, telpon dariku pun tak pernah dia
jawab. Alasannya cukup klise. Dia nggak suka telponan. Baru kali ini aku
bertemu laki-laki yang tidak ingin telponan. Aku ketemu dia? Karena Facebook.
Ya begitulah, aku sudah terlanjur seneng dengan dunia maya. Dan sampai ahirnya
aku bertemu dia yang berasal dari Wonogiri. Ceritanya? Panjang. Saat ini aku
benar-benar merindukannya. Merindukan pesan-pesang singkat manis darinya
untukku. Apa kabar dia ya?
“Mbak...
Ada Yudi di ruang tamu. Cepet keluar. Mama mau keluar sama papa.”
“Iya
sebentar maaah. Mau ganti baju.”
Ternyata
Yudi beneran kesini, aku kira hanya ngomong doang. Aku langsung mematikan
musiknya. Buru-buru ganti baju dan turun ke bawah. Yudi menggunakan baju yang
biasa aja, berarti ia ingin main di rumahku saja. Aku tersenyum manis
menemuinya.
“Ada
apa?”
“Main
aja kok. Yoga tidur?”
“Nggak
tau. Masih main di kamar kali.”
“Aku
ke kamarnya ya.”
Aku
hanya mengangguk kecil. Kadang aku merasa, aku ini jahat sekali. Yudi
benar-benar tulus denganku, sampai ia rela akrab dengan Yoga. Padahal, Yoga
reseknya minta ampun. Sudah banyak laki-laki yang sempat menjadi pacarku lari
terbirit-birit keluar dari rumah karena keusilan Yoga. Dan entah pakai sihir
apa, Yudi bisa buat Yoga jadi jinak.
Aku
hanya membuntutinya dari belakang. Aku yakin, Yoga pasti bakal teriak “KAK
YUDIIII. KOK BARU DATENG? KEMANA AJA? YOGA KANGEN NIH MAIN SAMA KAKA”. Dan
benar saja, setelah aku berpikir itu, Yoga teriak sama persis dengan
bayanganku. Aku hanya tersenyum tipis. Ternyata Yoga sedang sibuk bermain PS.
“Kak
Yoga main PS sama aku yuk? Tekken ya?” Ajaknya sambil menarik-narik tangan
Yudi.
“Loh?
Kaka nggak diajak?”
“Kaka
liat aja. Ini mainan cowo.”
Oke,
Yoga memang ngeselin. Lebih baik aku kembali ke kamar sajalah. Kalau sudah
selesai juga pasti Yudi mengetuk pintu kamar. Aku menutup kamarku dan
meneruskan playlist yang sempat aku hentikan. Yap, aku kembali galau. Mengingat
semuanya, mengingat semua kenangan. Mengingat saat aku kesepian karena
kehilangan kak Vicka. Menenangkanku dengan kata-kata “Maaf sayang aku nggak
bisa ksana. Perlu aku kirimin 1000 badut?”. Disitu aku benar-benar lega punya
dia. Namun sekarang? Entahlah. Aku hanya bisa berharap secepat mungkin Yudi
bisa menggantikan posisi Rendy.
Lagu
Kisah Romantis by Glen Fredly terputar kembali. Lagu ini memang bener-bener
romantis banget. Aku sampai tak bisa berkata apa-apa ketika Rendy menyuruhku
mendownload dan mendengarkan lagu ini. Aku melihat keluar kaca, hujan turun
dengan suara khasnya. Aku hanya bisa membayangkan, Rendy tiba-tiba datang ke
rumah. Khayalanku semakin menjadi-jadi. Aku hanya menatap keluar dengan tatapan
kosong.
“Nin?
Belom tidur kan?” Suara Yudi.
“Belom
Yud. Kenapa?”
“Aku
tunggu di ruang tamu ya.”
Terdengar
suara langkah kaki menuruni anak tangga. Aku juga bersyukur memiliki Yudi yang
sangat sopan. Walau di rumah mama dan papa tidak ada, tetapi ia tidak akan
pernah masuk ke kamarku. Karena menurutnya, kamar adalah ruangan privasi setiap
orang. Untungnya, mungkin ia akan kecewa jika melihat kamarku penuh dengan
munched yang berisi pesan singkat dari Rendy. Aku menghampirinya yang sedang
duduk sambil melihat acara TV di ruang tamu.
“Kenapa
Yud?”
“Inget
besok kita Anniv?”
“Inget
kok.”
“Aku
udah beliin tiket pesawat ke Solo. Aku mau ajak kamu ke Wonogiri ketemu sama
Kakek. Mau?”
Aku
hanya mengangguk kecil mendengar kata Wonogiri. Yudi langsung pamit dan
mengecup keningku. Aku masih terduduk diam di sofa. Bagaimana aku bisa lupa kalau
Yudi punya kakek di Wonogiri? Bagaimana bisa? Untung bik Nok mengingatkanku,
kalau tidak aku mungkin akan terus duduk di sofa ruang tamu. Aku menaiki anak
tangga sambil terus memikirkan besok, besok aku ke Wonogiri. Itu artinya?
Pagi-pagi
sekali Yudi sudah berada di rumah. Aku buru-buru membawa barang-barang yang
akan aku bawa kesana. Aku seperti mendapat cahaya terang. Senyumku juga tidak
berat, benar-benar ringan. Ternyata mama dan papa sudah menunggu juga. Aku
pamit kepada mama dan papa, tentunya Yoga belum bangun. Karena? Mungkin aku tak
kan diizinkan dia untuk pergi.
Kami
diantar oleh sopir pribadi Rendy ke bandara Soekarno-Hatta. Aku tertidur selama
perjalanan. Selama 1 jam di perjalan. Kami sampai di bandara. Bandara cukup
lengang, karena belum musim liburan. Aku hanya mengikuti kemana Yudi berjalan.
Aku sedang sibuk dengan handphone ku. Menceritakan kepada teman-teman kampusku.
Dan
tiba-tiba saja aku sudah di depan Pramugari.
“Mbak,
handphonenya harap dimatikan.”
Aku
pun menuruti kata-kata pramugari itu. Yudi memilihkanku tempat dekat kaca,
karena ia tahu aku sangat senang duduk dekat kaca. Jujur, aku sangat senang
melihat awan. Dari kecil ketika naik pesawat aku selalu berebutan dulu sama kak
Vicka untuk mendapat tempat yang kita mau.
Nggak
butuh waktu lama sampai di Solo, sampai di bandara ternyata sudah ada yang
menjemput. Dan disinilah waktu yang lama. Perjalanan dari Solo ke Wonogirinya.
Aku hanya menghela nafas. Ku masukkan semua barang-barangku ke dalam bagasi. Di
perjalanan, aku terjaga dengan handphoneku. Sedangkan Yudi, terlelap di
sebelahku.
Kamu
tulus banget Yud, tapi aku jahat gini ke kamu. Aku harus gimana? Sayang kamu
itu udah besar ya Yud? Kamu sadar nggak sih aku jahat banget sama kamu Yud?
Kamu tau nggak sih aku tetep nggak bisa lupain dia walau kamu disamping aku
Yud? Kamu tau nggak sih senyum aku ke kamu itu berat Yud? Kamu sadar atau
pura-pura sih Yud?
Aku
hanya diam seribu bahasa di perjalanan. Memandangi pemandangan di luar, hujan
terus turun dari langit. Dan lagu dari Zhifilia yang Aishiteru diputar oleh
penyiar radio menemaniku yang masih terjaga. Aku sedikit terlonjak mendengar
lagu itu dan kembali merenung. Memandang keluar dan aku pun terlelap.
...
Aku
bangun ketika menyadari mesin mobil mati. Aku melihat ke sekitar, dan di
depanku sudah ada rumah yang bergaya jaman dulu. Benar-benar asri rumahnya.
Banyak phon-pohon rindang yang membuat sejuk. Dan halaman rumah pun luas,
tentunya ditanami rumput-rumput kecil. Aku keluar mobil dan melihat ke
pemandangan dari atas sini, ternyata sedikit diatas bukit rumah ini. Aku
menghirup udara dalam-dalam.
“Mau
ketemu kakek?” Tiba-tiba Yudi masuk memelukku dari belakang. Aku hanya
mengangguk kecil.
Aku
dituntun masuk ke dalam rumah ini oleh Yudi. Ada seorang kakek yang sedang
duduk di salah satu goyang dan seorang nenek yang sedang menyuapinya. Mungkin
itu mereka. Ketika mereka menyadari aku datang bersama Yudi, mereka tersenyum
melihatku. Senyum bahagia, terlihat dari sorot matanya yang ikut bersinar
dengan senyum itu.
Aku
mencium tangan mereka, mereka hanya mengangguk. Aku menggantikan neneknya yang
sedang menyuapi kakek. Sepertinya aku benar-benar menjadi jahat setelah melihat
kakek dan nenek Yudi. Menyakiti cucunya yang sangat tulus kepadaku. Oh... apa
yang kulakukan sekarang? Sepertinya aku harus benar-benar menerima Yudi seperti
Yudi menerimaku dan melupakan semua yang telah aku dan Rendy lakukan dahulu.
Ya, itu yang seharusnya kulakukan sekarang. Aku akan mencoba.
Malam
ini, Yudi mengajakku untuk berkeliling kota Wonogiri. Mungkin suasana malam
kota ini keren. Daripada nggak kemana-mana, ya lebih baik keluar lihat kota
Wonogiri. Harapanku? Semoga saja aku tidak sengaja bertemu Rendy, tentunya
dengan foto yang telah dia berikan ke aku. Oke, aku memang hanya mengandalkan
foto. Selebihnya? Nothing. Nggak ada. Aku beristirahat sejenak di kamar kosong
yang sudah disediakan. Supaya nanti malam terlihat lebih fresh. Yudi tetap
menemani kakek mengobrol. Mungkin nanti ia juga akan tidur di kamar yang
terletak disebelahku. Aku pun melihat ke seisi kamar ini, lumayan. Aku langsung
terjun ke tempat tidur dan terlelap.
...
Sekarang
aku sudah berada di atas vespa milik kakek-nenek nya Yudi. Udara disini saat
malam benar-benar dingin. Aku sampai mendouble jaketku dengan jaket milik
neneknya Yudi. Yudi hanya menggunakan jaket jeansnya. Aku melingkarkan tanganku
di pinggangnya, rasa hangat yang berasal dari tubuhnya mengalir ke tubuhku.
Hangat tubuh Yudi benar-benar membuatku nyaman, aku bersender ke punggungnya.
Melepas penat untuk sekejap.
“Nin?
Kita mau kemana?” Ternyata Vespa sudah berhenti di suatu tempat, entah ini
dimana. Aku tak tahu.
“Kemana?
Kita makan aja enak kali ya Yud?” Sepertinya perutku juga sudah meraung
kelaparan.
“Yaudah
aku cari tempat makan. Kamu jangan tidur aja dong. Lampu-lampunya bagus loh.”
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Yudi.
Aku
nggak punya panggilan sayang untuk Yudi, Yudi pun begitu. Pacaran kami begitu
sederhana. Ya sederhana. Yudi yang tulus dan aku yang diam-diam masih
mengharapkan Rendy. Oh ya, Rendy kamu dimana? Aku sekarang di Wonogiri loh.
Dari dulu aku mau kesini nemuin kamu, sekarang kesininya sama Yudi. Kita bisa
ketemu nggak ya? Aku Cuma mau liat langsung kamu sekali aja.
Vespa
sudah berhenti di depan salah satu rumah makan di daerah kota Wonogiri. Aku
masih terdiam di kursi belakang. Aku melihat ke tempat makan, tempatnya
benar-benar romantis. Aku turun dari motor, begitu juga dengan Yudi. Yudi
melepaskan helm yang masih bertengger manis di kepalaku. Aku melempar pandangan
ke barisan motor yang ada di sekitarku. Dan menangkap Satria Fu merah-hitam
dengan plat yang tidak asing lagi di kepalaku. Plat motor Rendy. Rendy ada di
rumah makan ini juga? Benarkah? Aku jadi tersenyum harap, semoga.
Yudi
menggandeng tanganku. Aku sibuk mencari-cari orang yang sedang sibuk dengan
kegiatannya masing-masing di dalam rumah makan ini. Mataku berusaha menjadi
mata kelelawar di malam hari. Aku harus menemukannya. Tapi, atau mungkin
motornya dipakai oleh kakaknya. Ya, bisa jadi dipakai kakaknya. Kenapa
pikiranku begitu pendek? Menyimpulkan sesuatu dengan seenaknya.
Yudi
memilihkan tempat yang benar-benar romantis suasananya. Aku sedikit terharu
dengannya. Aku duduk berhadapan dengannya. Senyumnya yang tulus ditambah
tatapan matanya yang tajam sudah tidak diragukan lagi kalau ia benar-benar
tulus denganku. Bagaimana bisa aku menyia-nyiakannya? Banyak perempuan disana
yang rela tekuk lutut demi mendapatkan hati Rendy ini.
“Kamu
mau apa sayang?” Ini pertama kalinya Yudi memanggilku dengan sebutan “sayang”,
aku sedikit kaget mendengarnya.
“Ikut
kamu aja sayang. Minumnya juga.” Otomatis aku harus balas memanggilnya dengan
“sayang”.
Yudi
memilih kan makanan khas sini dan teh hangat. Dia berdiri dan mengambil sesuatu
di saku belakangnya. Dan munculah kotak kecil dari sakunya. Aku hanya tersenyum,
ini senyum tulusku untuknya. Akhirnya. Dari sorot mataku, pasti Yudi tahu aku
bertanya “apa ini?”. Yudi hanya menyuruhku untuk membukanya. Begitu aku buka,
sebuah kalung berliontin bongkahan es batu. Aku benar-benar tertegun
melihatnya. Bagaimana bisa? Yudi memang tahu aku sangat hobi memakan es batu.
Tapi? Bagaimana mendapatkan liontin dengan bentuk seperti ini? Yudi memakaikanku
kalung itu. Setelah Yudi mengaitkan kalung. Ia hanya tersenyum kepadaku.
“Kamu
suka?” Tanyanya.
“Banget.
Bagaimana bisa kamu dapatkan kalung berliontin unik ini?” Aku tersenyum,
senang.
“Rahasi. Aku ke belakang dulu ya.” Yudi pun pamit ke belakang.
Aku
mengalihkan pandangan ke sekitarku. Aku melihat sosok yang sangat aku kenal.
Hidungnya, alisnya, bibirnya, rambutnya dan matanya. Itu Rendy! Pacar dunia
mayaku, tepatnya mantan. Aku benar-benar bertemu Rendy. Perasaanku campur aduk
saat ini.
Namun,
ternyata ia pergi kesini tidak sendirian, bersama seorang perempuan yang sangat
manis. Pakaiannya sangat anggun. Tatanan rambutnya rapih. Malam itu pun, Rendy
menggunakan setelan jas. Dan ternyata ada kedua orang tua menghampiri mereka.
Sepertinya masing-masing orang tua mereka. Aku tidak bisa mengalihkan
pandanganku. Setiap kejadian yang terjadi disana aku lihat.
Mereka
tertawa ringan. Orang tua Rendy memuji perempuan itu, perempuan itu hanya
tersenyum. Rendy juga tersenyum. Semua yang duduk disana tersenyum. Aku bisa
merasakan betapa bahagianya mereka. Dan sepertinya acara mereka dimulai. Aku
tahu... ini pertunangan. Rendy mengeluarkan cincin dan memasangkannya di jari
manis perempuan itu. Tanpa kusadari, aku membiarkan air mata jatuh di pipiku.
Entah karena batin atau apa, Rendy melihatku. Tentunya Rendy sangat kaget
ketika aku tersenyum ke arahnya. Rendy benar-benar kaget. Wajahnya yang tadi
terlihat ceria kini shock ketika melihatku. Ia bangkit dari tempat duduknya
ketika Yudi datang. Aku langsung menarik Yudi keluar dari rumah makan itu.
Pikiranku kacau. Aku...kecewa...
Sepanjang
jalan, baju bagian punggung Yudi basah dengan air mataku. Aku masih mengingat
setiap kronologi kejadian tadi dan ekspresi muka Rendy. Aku dan Rendy memang
tidak pernah putus. Aku maupun Rendy nggak ada yang mengucapkan kalimat seperti
“kita putus”. Dan itu masih terasa sakitnya. Sekarang? Rendy sudah bertunangan
dengan perempuan itu. Aku? Mencoba menerima Yudi. Menerimanya dengan tulus,
bukan akting lagi. Dan lagu “Lumpuhkan Ingatanku” by Geisha terputar oleh radio
yang sedang ku dengarkan menggunakan headset.