Kamis, 04 Januari 2018

Aku Diusir Mama

Aku yang paling kanan. Oke. Jaman Astio belum kenal makeup :')

--- 2010 ---
Hari ini seperti biasa. Pulang sekolah harus berjalan kaki dari sekolahku sampai depan rumah. Jarak sekolahku dengan rumah kira-kira satu kilometer. Masalahnya adalah jalanannya tidak lurus-lurus saja, melainkan ada jalan yang menanjak lumayan tinggi. Aku pernah meminta ke mama untuk membawa motor. Sebenarnya memang tidak boleh. Selain aku belum punya sim, alasan lain mama adalah...
“Jarak dari sekolahmu ke rumah kan dekat. Gak usah lah bawa motor. Sayang bensin juga. Mending uangnya dipakai jalan-jalan, kan?”

Setelah kejadian ini aku jadi tau salah satu alasan mama tidak memperbolehkan aku sekolah di Cibinong adalah supaya tidak keluar ongkos. Alasan lainnya karena terlalu jauh sehingga mama tidak bisa memantauku. Alasan lainnya lagi adalah terpengaruh oleh sepupuku yang bersekolah di sekolahku saat ini. Ia memberitahukan mama bahwa sekolah yang kumau lebih jelek daripada sekolahku yang sekarang. Dasar menyebalkan sepupuku itu!

Matahari memang sudah tidak berada tepat di atas kepala. Banyak orang bilang bahwa matahari tepat di atas kepada pada pukul 12 siang. Aku pulang sekitar pukul dua siang, itu artinya matahari sedikit bergeser dari atas kepalaku. Walaupun begitu, matahari hari ini sedang ganasnya. Panas banget! Tidak tahan, aku mampir ke salah satu warung dan membeli minuman dari lemari pendingin. Lega.

Perjalananku masih harus melalui jalan menanjak tinggi itu. Haduh. Aku segera melanjutkan perjalanan pulangku. Kalau dinanti-nanti tidak sampai ke rumah. Tahan. Tahan. Rasanya aku ingin marah saja ke mama saat itu. Ini benar-benar panas dan aku butuh kendaraan untuk sekolah. Paling tidak mama menjemputku. Gak bisa. Mama gak bisa bawa motor. Ah sudahlah.

Akhirnya tanjakan itu sudah kulewati. Aku melanjutkan jalan ke arah rumahku di RT 2, bersebelahan dengan gang seseorang yang kusukai. Setelah lulus SD, ia melanjutkan ke pesantren di Cianjur. Sedangkan aku, ya sekolah di depan perumahan ini.

Sampai juga di depan rumah. Aku membuka pagar perlahan karena mama dan kedua adikku pasti sedang terlelap saat ini, lalu menutupnya kembali. Ketika aku membuka sepatuku, banyak tas milikku yang sudah bergeletakan di depan pintu rumah. Loh? Aku diusir mama? Kok semua tasku di luar? Aku tidak segera mengambil tas-tas tersebut, harus kutanyakan pada mama.

Begitu aku membuka pintu rumah, ternyata siang itu tidak ada yang terlelap. Kedua adikku sedang berada di ruang keluarga. Mama sudah berdiri di ruang tamu.
“Mah, kok semua tasku di luar? Mama ngusir aku?”
“Iya. Mama usir kamu dari rumah kalau masih naro tas di sembarang tempat. Mama kan udah pernah bilang ke kamu kalau tas-tas kamu itu taro di tempatnya. Tempatnya kan udah mama sediakan. Kamarmu gak rapih-rapih kalau semua ditaro sembarangan!”
“Tapi, Mah...”
“Udah beresin aja tas-tasnya sekarang.”

Mama memang sangat sensitif kalau membahas kerapihan ini. Mama pernah bercerita bahwa kakek dulu punya sikap disiplin yang tinggi. Kalau ada barang yang tidak di tempatnya akan mencari tahu pelakunya. Mungkin sikap mama sekarang ini dari kakek. Huft.


--- 2017 ---
Ah, capek. Bruk! Eh, lupa. Tempat tas tidak di sini. Aku segera menaruh tas kuliahku di tempatnya. Yap, sejak kejadian itu aku jadi selalu mengingat menaruh tas di tempatnya. Efeknya memang berkepanjangan. Mah, makasi untuk sikap disiplin yang dulu diterapkan padaku. Mama tak perlu khawatir sekarang. Aku sudah berusaha mengingat hal itu, menaruh tas di tempatnya. Jadi, tas-tasku jangan ditaruh di depan pintu kostanku ya? Horor nanti, Mah. Hehe.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar