Hari ini seperti biasa. Pulang sekolah harus
berjalan kaki dari sekolahku sampai depan rumah. Jarak sekolahku dengan rumah
kira-kira satu kilometer. Masalahnya adalah jalanannya tidak lurus-lurus saja,
melainkan ada jalan yang menanjak lumayan tinggi. Aku pernah meminta ke mama
untuk membawa motor. Sebenarnya memang tidak boleh. Selain aku belum punya sim,
alasan lain mama adalah...
“Jarak dari sekolahmu ke rumah kan dekat. Gak usah
lah bawa motor. Sayang bensin juga. Mending uangnya dipakai jalan-jalan, kan?”
Setelah kejadian ini aku jadi tau salah satu alasan
mama tidak memperbolehkan aku sekolah di Cibinong adalah supaya tidak keluar
ongkos. Alasan lainnya karena terlalu jauh sehingga mama tidak bisa memantauku.
Alasan lainnya lagi adalah terpengaruh oleh sepupuku yang bersekolah di
sekolahku saat ini. Ia memberitahukan mama bahwa sekolah yang kumau lebih jelek
daripada sekolahku yang sekarang. Dasar menyebalkan sepupuku itu!
Matahari memang sudah tidak berada tepat di atas
kepala. Banyak orang bilang bahwa matahari tepat di atas kepada pada pukul 12
siang. Aku pulang sekitar pukul dua siang, itu artinya matahari sedikit
bergeser dari atas kepalaku. Walaupun begitu, matahari hari ini sedang
ganasnya. Panas banget! Tidak tahan, aku mampir ke salah satu warung dan
membeli minuman dari lemari pendingin. Lega.
Perjalananku masih harus melalui jalan menanjak
tinggi itu. Haduh. Aku segera melanjutkan perjalanan pulangku. Kalau
dinanti-nanti tidak sampai ke rumah. Tahan. Tahan. Rasanya aku ingin marah saja
ke mama saat itu. Ini benar-benar panas dan aku butuh kendaraan untuk sekolah.
Paling tidak mama menjemputku. Gak bisa. Mama gak bisa bawa motor. Ah sudahlah.
Akhirnya tanjakan itu sudah kulewati. Aku
melanjutkan jalan ke arah rumahku di RT 2, bersebelahan dengan gang seseorang yang kusukai. Setelah lulus SD, ia melanjutkan ke pesantren di Cianjur. Sedangkan aku, ya sekolah di depan perumahan ini.
Sampai juga di depan rumah. Aku membuka pagar
perlahan karena mama dan kedua adikku pasti sedang terlelap saat ini, lalu
menutupnya kembali. Ketika aku membuka sepatuku, banyak tas milikku yang sudah
bergeletakan di depan pintu rumah. Loh? Aku diusir mama? Kok semua tasku di
luar? Aku tidak segera mengambil tas-tas tersebut, harus kutanyakan pada mama.
Begitu aku membuka pintu rumah, ternyata siang itu
tidak ada yang terlelap. Kedua adikku sedang berada di ruang keluarga. Mama
sudah berdiri di ruang tamu.
“Mah, kok semua tasku di luar? Mama ngusir aku?”
“Iya. Mama usir kamu dari rumah kalau masih naro tas
di sembarang tempat. Mama kan udah pernah bilang ke kamu kalau tas-tas kamu itu
taro di tempatnya. Tempatnya kan udah mama sediakan. Kamarmu gak rapih-rapih
kalau semua ditaro sembarangan!”
“Tapi, Mah...”
“Udah beresin aja tas-tasnya sekarang.”
Mama memang sangat sensitif kalau membahas kerapihan
ini. Mama pernah bercerita bahwa kakek dulu punya sikap disiplin yang tinggi.
Kalau ada barang yang tidak di tempatnya akan mencari tahu pelakunya. Mungkin
sikap mama sekarang ini dari kakek. Huft.
--- 2017 ---
Ah, capek. Bruk! Eh, lupa. Tempat tas tidak di sini.
Aku segera menaruh tas kuliahku di tempatnya. Yap, sejak kejadian itu aku jadi
selalu mengingat menaruh tas di tempatnya. Efeknya memang berkepanjangan. Mah,
makasi untuk sikap disiplin yang dulu diterapkan padaku. Mama tak perlu
khawatir sekarang. Aku sudah berusaha mengingat hal itu, menaruh tas di
tempatnya. Jadi, tas-tasku jangan ditaruh di depan pintu kostanku ya? Horor
nanti, Mah. Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar