Sabtu, 14 Oktober 2017

Kutinggalkan dia Karena DIA

Bagaimana kalau judulnya kuralat? Jadi... Ku ditinggalkan dia karena DIA. Nah ini baru. Tunggu... Ko sedih ya aku ditinggalkan. Hmmm. Aku masih sampai setengah buku membaca karya @duniajilbab Ririn Astutiningrum yang berjudul "Kutinggalkan dia karena DIA". Baru setengah buku, hati ini rasanya sudah banyak tersayat oleh cerita-cerita kiriman yang mengingatkanku akan masa itu.

Seperti remaja pada umumnya, aku tertarik dunia pacaran. Umur 17 tahun-19 tahun masih dianggap remaja kan? Hehe. Bisa dibilang aku salah satu remaja yang sangat ingin melakukan aktivitas pacaran tersebut. Apalagi setelah masuk dunia perkuliahan. Duh. Godaan segudang! Menurutku, dunia akan terus berbunga-bunga dan selalu sempurna dengan hadirnya sang kekasih hati. Astaghfirullah.

Aku akan bercerita sedikit mengenai masa itu. Terakhir menjalani aktivitas tersebut tahun kemarin. Atau tahun kemarinnya lagi? Aku lupa 😂 tapi sepertinya tahun kemarin. Tidak berjalan mulus karena banyak cekcok dan namanya juga remaja, banyak labil. Putus dua kali dalam dua bulan. Dia tidak pengertian. Selalu emosi. Loh ko jadi curhat? Oke skip.

Setelah putus, semua kacau. Ipk turun, sakit pas UAS, makan gak teratur, mandi jarang. Eh yang terakhir mah gak ya. Pokoknya papa sampai bertanya padaku perihal ipk turun. Hal itu karena ipk benar-benar turun drastis dari semester sebelumnya. Setelah mendengar ceritaku, papa hanya bilang, "Gak usah pacaran dulu". Baiklah.

Setelah putus, aku tak ada kapok. Laki-laki yang mendekat aku beri karpet merah. Begitulah istilahnya. Sampai ada satu laki-laki yang membuatku tak mendekat pada siapapun. Laki-laki itu mari sebut saja Prayogo, oke itu terlalu frontal. Bagaimana kalau dia saja?

Dia ini teman lamaku. Kami bertemu saat reunian di salah satu rumah kawan lama kami. Aku tidak menyangka setelah reunian itu, ia mengirimkan chat kepadaku. Masalahnya saat dulu pun aku tidak dekat dengannya. Ada apa dia chat aku? Hmmm. Aneh sekali. Terjadilah pdkt pada umumnya.

Pesan papa terus ada di pikiran. Aku ga boleh pacaran. Tapi dekat sama dia ini gapapa kan? Kan ga pacaran. Hehe. Begitulah pikiranku. Pertemuan pertama, canggung karena memang ini pertama kalinya aku jalan berdua dengannya. Pertemuan kedua? Luar biasa. Cokelat, lampu kota dan senja diberikannya untukku. Tiga hal yang aku sukai diberikan padaku dalam satu waktu. Gimana ga klepek-klepek? :')

Akhirnya dia mengutarakan perasaannya. Seperti pada umumnya, mengajak berpacaran. Posisiku ingin menerima namun nasihat papa terus menghantui. Ah bagaimana ini? Ternyata memang aku tidak bisa mengecewakan papa saat itu. Aku menyukainya, namun aku tidak ingin berpacaran dengannya. Aku utarakan kepadanya bahwa aku juga menyukainya namun aku tidak bisa menerimanya sebagai pacar.

Katanya... Gapapa. Kita fokus ke urusan masing-masing aja dulu. Aku juga sebentar lagi mau lulus. Katanya... Begitu. Aku memang memiliki banyak teman laki-laki. Jujur saja. Keinginanku ingin memiliki sosok abang sudah ada sejak dulu dan jadinya semua teman laki-laki dekat denganku. Aku tak tau kalau hal ini jadi boomerang untukku suatu hari nanti.

Satu waktu ia menuntut akan kejelasan status. Mungkin karena aku juga banyak menuntutnya, seperti ga boleh rokok dan kopi. Aku berkata lagi bahwa aku tidak bisa menerimanya, ia menudingku dengan berkata "aku ga boleh jalan sama cewe lain. Kamu malah jalan sama cowo lain.". Pikirku... Loh? Mereka kan teman-temanku. Bagian mana yang salah? Toh hati ini tetap padanya.

Sampai pada puncaknya, aku berkata, "kalau begitu silakan sesuka hatimu ingin bagaimana. Rokok? Silakan. Kopi? Silakan. Jalan sama cewe lain? Silakan". Aku pasrah. Hati ini terlanjur sakit dengan tudingannya. Layaknya remaja lainnya. Aku galau. Kegalauanku bertambah saat mengetahui bahwa dua hari setelah tudingan itu, ia berpacaran dengan wanita lain. Aku tersenyum. Permainan yang menarik, pikirku.

Semua hal yang berbau tentangnya kuhapus. Aku ikhlas namun sakit. Sepertinya belum ikhlas ya. Beberapa minggu setelah aku mengetahui dirinya bersama wanita lain, salah satu teman lamaku mengatakan di sebuah grup alumni, "makanya jadi cewek jangan semua dideketin. Satu aja", "lagian sih ga ada kejelasan". Setelah perkataan itu aku seutuhnya sadar bahwa Allah membuatku ditinggalkan olehnya karena memang dia bukan laki-laki yang baik. Bagaimana bisa seseorang yang mengaku menyukaimu namun menebar sesuatu yang tidak benar? Bukankah aku sudah memberitahunya bahwa hatiku padanya namun memang tidak bisa berpacaran?

Setelah kejadian itu, ada satu kejadian lagi yang membuatku tak habis pikir. Aku dikecewakan lagi dengan laki-laki yang berbeda. Rasa lelah datang dan sampai akhirnya aku sadar. Ko akhir-akhir ini aku terus memikirkan dunia? Bagaimana dengan akhiratku?

Pemikiran ini muncul. Kali ini rasa kecewaku pada makhlukNya tidak boleh berdampak buruk. Aku harus menjadi pribadi yang lebih baik. Tekadku seperti itu. Beberapa teman mendukung dan membantuku. Ada satu teman yang tiap waktu selalu mengingatkan. Bila kamu bergantung pada makhlukNya, kamu akan mendapat rasa kecewa nantinya. Bergantunglah pada Allah, kecewa takkan didapat. Aku menjadikan dua kalimat ini sebagai acuanku.

Perubahan memang selalu tidak berjalan baik. Apalagi ke arah yang lebih baik. Beberapa kali aku goyah. Sampai satu waktu... Aku mengenalnya melalui temanku. Aku mendengar cerita tentangnya melalui temanku. Aku tak pernah bertemu dengannya. Aku tak pernah saling tatap dengannya. Aku tak pernah melihatnya secara langsung. Aku hanya melihat sosoknya dalam sebuah potret. Tetapi, aku jatuh hati padanya...

Selanjutnya.... Pantengin blog ini terus ya :)