Kamis, 10 Oktober 2013

Maya, namun Nyata



Kamu dimana? Aku kemana-mana cari kamu. Cari tentang kamu, cari siapa kamu sebenarnya. Aku sampai seperti menjelajahi dunia ini untuk mencari keberadaan kamu. Aku sampai menelaah setiap sudut dunia untuk menemukanmu. Aku sampai gila karena ini. Gila karena mencari kamu. Otak aku kayak nggak berfungsi lagi untuk berfikir. Yang aku pentingin cuma keberadaan kamu dimana. Aku udah nggak pakai otak lagi untuk cari kamu. Cuma bisa ikut arus info mengenai keberadaan kamu. Info yang udah nggak bisa aku cerna lagi. Info yang Cuma aku bisa dengar dan aku cari, tanpa aku berfikir, apa info itu benar atau salah.
Tiga tahun yang lalu. Aku nggak pernah berfikir sejauh ini ketika kenal sama kamu. Nggak pernah berfikir, apakah kamu nyata atau hanya bayangan maya? Apakah kamu ada atau tidak? Apakah kamu benar-benar kamu atau bukan? Dulu, nggak pernah terlintas pikiran aku seperti itu. Yang aku pikirkan hanya perasaan, perasaan yang ternyata diam-diam menyukaimu. Dan sekarang, yang menjadi pertanyaan aku, apakah kamu ada? Ada di dunia ini? Hidup layaknya manusia, seperti aku. Aku menulis ini sampai merinding membayangkan kamu. Kamu yang masih maya namun sudah menjadi nyata dalam hati ini.
Sampai sekarang pun, aku masih tidak menemukan kamu. Aku masih nggak tahu keberadaan kamu. Aku masih nggak tahu, apakah kamu nyata.....atau tidak. Pertanyaan ini benar-benar menggangguku. Mengganggu setiap langkah. Mengganggu setiap hari. Kamu disana sadar nggak? Aku disini pontang-panting cari kamu. Nanya-nanya ke orang-orang yang mungkin mengenalmu. Sampai-sampai aku salah orang. Sampai-sampai aku dibilang sok kenal sok dekat sama mereka yang aku tanya macam-macam mengenai kamu. Sampai-sampai, aku ada rasa putus asa untuk menemukan kamu.
Ketika rasa putus asa itu hadir, rasanya aku ingin melepas semuanya. Melupakan semua tentang kamu. Melupakan semua kenangan kita. Aku mau amnesia, amnesia dari semua kenangan tentang kamu. Tapi rasanya nggak mungkin. Saat ini aku hanya bisa berusaha. Ya, aku berusaha untuk melupakan dan menghapus semuanya. Walau tidak secepat aku jatuh hati kepadamu. Maaf, jika aku tidak memenuhi janjiku untuk melupakan semuanya. Walau aku tidak sepenuh hati berjanji kepada kamu.
Kamu benar-benar masih maya, abstrak. Namun, kamu sudah menjadi nyata di hati aku ini.

Selasa, 01 Oktober 2013

1000 Tahun Aku Akan Menunggu



Kamu tahu? Mata ini berbinar ketika aku melihat gelak tawa saat kita bercanda. Mungkin kamu nggak sadar, aku melihat selekuk pelangi di matamu. Saat berkisah tentang hidupmu, semua yang kamu tahu apa yang aku katakan sebagai respon dari ceritamu itu, seperti motivator menceramahi audience nya. Namun yang aku rasakan, aku melakukan semuanya atas nama rasa. Rasaku padamu yang berguncang ketika kepalamu begitu dekat dengan pundakku saat duduk berdua. Rasa berwujud kukuh saat kamu dengan antusias mengajakku berbicara untuk bercerita. Dan rasa berbalut cemburu ketika kamu dekat, tetapi bukan denganku.
Kadang, sepasang lelaki dan perempuan lupa bahwa mereka hanya sebatas teman, tidak lebih. Yang lebih hanya rasa diantara mereka. Kadang juga dalam sebuah pertemanan, dua manusia saling memiliki rasa dan saling menyangkal pula itu cinta. Seperti yang aku rasakan kepadamu, jika tidak, MENGAPA SEORANG TEMAN BISA SECEMBURU INI?! Seperti aku kepadamu, APAKAH KAMU MERASAKAN HAL YANG SAMA DENGAN AKU?!
TEMAN, antara sebuah hal indah yang bisa mendekatkan aku dengan kamu. Atau hanya sebuah omong kosong yang menjadi penghalang bersatunya hati kamu dengan hati aku? Seribu tahun aku akan menunggu...
# sumber soudcloud bang @landakgaul

Bersamamu



Duduk bersamamu di bawah langit senja itu sangat menyenangkan. Udara yang berganti dari panas menjadi sejuk seakan-akan mengerti perasaanku saat itu. Langit yang mulai berwarna kejinggaan itu pun cerah, seakan-akan langit pun ikut merasakan cerahnya hatiku saat itu. Angin yang bertiup membuat rambutmu bergerak ke kanan-kiri mengikuti tiupan angin. Aku benar-benar bisa merasakan suasana sejuk saat itu.
Sudah cukup lama aku menantikan saat-saat seperti itu. Duduk berdua denganmu sambil menikmati pandangan apa saja yang ada di depan mata. Sungguh, itu membuat perasaanku nyaman saat duduk denganmu. Aku hanya bisa memandangmu dari sudut mataku. Karena aku benar-benar tak ada nyali. Tak ada nyali untuk memandangmu secara dekat seperti itu. Tak ada nyali untuk membuka obrolan denganmu. Bibirku kelu untuk mengeluarkan kata-kata yang cocok untuk situasi seperti itu. Aku sibuk dengan pikiranku saat itu, berpikir bagaimana kata-kata yang pas untuk memancingnya mengobrol denganku.
Putus asa. Kau pun tak ada tanda-tanda ingin memulai percakapan lebih dahulu. Aku terkadang heran, bagaimana bisa seorang laki-laki cuek seperti itu? Apa semua laki-laki seperti itu? Apa memang harus perempuan yang memulai? Dan disaat pikiranku berkecamuk antara ngomong-nggak-ngomong-nggak-ngomong-nggak. Aku melontarkan kalimat “Nunggu di jemput?”, dan kamu hanya menjawab “Iya”. Agak kaget mendengar jawabanmu yang singkat, padat dan jelas itu, walau aku sama sekali tak puas dengan jawaban itu.
Ku putuskan untuk melontarkan kalimat kedua “Siapa yang jemput?”. Dan lagi-lagi kamu hanya menjawab satu kata “Bapak”. Padahal aku pengennya kamu nanya balik. Aih, ya sudahlah. Setelah itu, sunyi. Hanya suara berisik kendaraan lalu lalang yang terdengar. Hanya suara telapak kaki para pejalan kaki di trotoar yang menghiasi. Aku hanya bisa menghela napas panjang saat itu. Aku benar-benar heran, ketika kau dengan yang lain. Aku selalu melihat kau terlihat aktif dan banyak bicara. Namun, ketika kau denganku. Kau hanya diam membisu. Tak ada sepatah kata pun yang inisiatif kamu ingin lontarkan. Aku mau gimana lagi? Aku hanya bisa ikut membisu.
Kau tahu? Aku seperti menunggu bersama patung. Patung yang hanya bisa diam. Benar-benar menyebalkan!