Selasa, 01 Oktober 2013

Bersamamu



Duduk bersamamu di bawah langit senja itu sangat menyenangkan. Udara yang berganti dari panas menjadi sejuk seakan-akan mengerti perasaanku saat itu. Langit yang mulai berwarna kejinggaan itu pun cerah, seakan-akan langit pun ikut merasakan cerahnya hatiku saat itu. Angin yang bertiup membuat rambutmu bergerak ke kanan-kiri mengikuti tiupan angin. Aku benar-benar bisa merasakan suasana sejuk saat itu.
Sudah cukup lama aku menantikan saat-saat seperti itu. Duduk berdua denganmu sambil menikmati pandangan apa saja yang ada di depan mata. Sungguh, itu membuat perasaanku nyaman saat duduk denganmu. Aku hanya bisa memandangmu dari sudut mataku. Karena aku benar-benar tak ada nyali. Tak ada nyali untuk memandangmu secara dekat seperti itu. Tak ada nyali untuk membuka obrolan denganmu. Bibirku kelu untuk mengeluarkan kata-kata yang cocok untuk situasi seperti itu. Aku sibuk dengan pikiranku saat itu, berpikir bagaimana kata-kata yang pas untuk memancingnya mengobrol denganku.
Putus asa. Kau pun tak ada tanda-tanda ingin memulai percakapan lebih dahulu. Aku terkadang heran, bagaimana bisa seorang laki-laki cuek seperti itu? Apa semua laki-laki seperti itu? Apa memang harus perempuan yang memulai? Dan disaat pikiranku berkecamuk antara ngomong-nggak-ngomong-nggak-ngomong-nggak. Aku melontarkan kalimat “Nunggu di jemput?”, dan kamu hanya menjawab “Iya”. Agak kaget mendengar jawabanmu yang singkat, padat dan jelas itu, walau aku sama sekali tak puas dengan jawaban itu.
Ku putuskan untuk melontarkan kalimat kedua “Siapa yang jemput?”. Dan lagi-lagi kamu hanya menjawab satu kata “Bapak”. Padahal aku pengennya kamu nanya balik. Aih, ya sudahlah. Setelah itu, sunyi. Hanya suara berisik kendaraan lalu lalang yang terdengar. Hanya suara telapak kaki para pejalan kaki di trotoar yang menghiasi. Aku hanya bisa menghela napas panjang saat itu. Aku benar-benar heran, ketika kau dengan yang lain. Aku selalu melihat kau terlihat aktif dan banyak bicara. Namun, ketika kau denganku. Kau hanya diam membisu. Tak ada sepatah kata pun yang inisiatif kamu ingin lontarkan. Aku mau gimana lagi? Aku hanya bisa ikut membisu.
Kau tahu? Aku seperti menunggu bersama patung. Patung yang hanya bisa diam. Benar-benar menyebalkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar