Duduk bersamamu di bawah langit
senja itu sangat menyenangkan. Udara yang berganti dari panas menjadi sejuk
seakan-akan mengerti perasaanku saat itu. Langit yang mulai berwarna kejinggaan
itu pun cerah, seakan-akan langit pun ikut merasakan cerahnya hatiku saat itu.
Angin yang bertiup membuat rambutmu bergerak ke kanan-kiri mengikuti tiupan
angin. Aku benar-benar bisa merasakan suasana sejuk saat itu.
Sudah cukup lama aku menantikan
saat-saat seperti itu. Duduk berdua denganmu sambil menikmati pandangan apa
saja yang ada di depan mata. Sungguh, itu membuat perasaanku nyaman saat duduk
denganmu. Aku hanya bisa memandangmu dari sudut mataku. Karena aku benar-benar
tak ada nyali. Tak ada nyali untuk memandangmu secara dekat seperti itu. Tak
ada nyali untuk membuka obrolan denganmu. Bibirku kelu untuk mengeluarkan
kata-kata yang cocok untuk situasi seperti itu. Aku sibuk dengan pikiranku saat
itu, berpikir bagaimana kata-kata yang pas untuk memancingnya mengobrol
denganku.
Putus asa. Kau pun tak ada
tanda-tanda ingin memulai percakapan lebih dahulu. Aku terkadang heran,
bagaimana bisa seorang laki-laki cuek seperti itu? Apa semua laki-laki seperti
itu? Apa memang harus perempuan yang memulai? Dan disaat pikiranku berkecamuk
antara ngomong-nggak-ngomong-nggak-ngomong-nggak. Aku melontarkan kalimat “Nunggu
di jemput?”, dan kamu hanya menjawab “Iya”. Agak kaget mendengar jawabanmu yang
singkat, padat dan jelas itu, walau aku sama sekali tak puas dengan jawaban
itu.
Ku putuskan untuk melontarkan
kalimat kedua “Siapa yang jemput?”. Dan lagi-lagi kamu hanya menjawab satu kata
“Bapak”. Padahal aku pengennya kamu nanya balik. Aih, ya sudahlah. Setelah itu,
sunyi. Hanya suara berisik kendaraan lalu lalang yang terdengar. Hanya suara
telapak kaki para pejalan kaki di trotoar yang menghiasi. Aku hanya bisa
menghela napas panjang saat itu. Aku benar-benar heran, ketika kau dengan yang
lain. Aku selalu melihat kau terlihat aktif dan banyak bicara. Namun, ketika
kau denganku. Kau hanya diam membisu. Tak ada sepatah kata pun yang inisiatif
kamu ingin lontarkan. Aku mau gimana lagi? Aku hanya bisa ikut membisu.
Kau tahu? Aku seperti menunggu
bersama patung. Patung yang hanya bisa diam. Benar-benar menyebalkan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar