Pergilah kasih kejarlah
keinginanmu
Selagi masih ada waktu
Jangan hiraukan diriku
Aku rela berpisah demi
untuk dirimu
Semoga tercapai segala
keinginanmu
Terdengar
lantunan dari radio lagu Pergilah Kasih dari D’Masiv. Alifah menghayati lirik
demi lirik lagu tersebut. Sambil melihat rintikan hujan diluar jendela yang
sudah satu jam tak berhenti. Suasana rumah sunyi, hanya terdengan rintikan
hujan yang menemani kesunyian Alifah. Semakin Alifah menghayati lagu yang
diputar dari radio, semakin panas matanya. Tak terasa butiran air mata dari
mata indah Alifah menetes dan jatuh ke pipinya.
Alifah
sedang merindukan seseorang. Seseorang yang dulu selalu disampingnya dan
berdiri tegap menjaganya, kini sirna. Seorang laki-laki bernama Rifa. Sirna karena
keinginan abi Rifa untuk meneruskan Rifa ke SMA yang jauh dari pandangan
Alifah. Alifah kalut dalam kesedihan. Ia hanya bisa berdoa semoga Rifa mendapat
sekolah yang nyaman untuknya.
...
Handphone
Rifa disita ustadz Azhar, Rifa hanya bisa diam tak berani memberontak. Karena
sudah banyak aturan di pesantren ini yang ia langgar. Rifa semakin
bertanya-tanya, apakah Allah tak mengizinkannya untuk terus berhubungan dengan
Alifah? Rifa pun bangkit dari tempat tidur dan melangkahkan kaki ke kantor,
menemui ustadz Azhar untuk menanyakan perihal ini.
“Tad,
boleh saya tanya sesuatu?” Ustadz Azhar yang sedang membereskan buku-buku
membalikkan badan.
“Tentu
boleh. Ada apa?”
“Bagaimana
Islam menanggapi soal pacaran Tad?” Ustadz Azhar agak kaget mendengar pertanyaan
Rifa.
“Gini.”
Ustadz membenarkan posisi duduknya. “Islam sangat melarang umatnya mendekati
zina. Jelas kamu tahu aktivitas pacaran itu apa saja. Aktivitas itulah yang
mendekati zina.” Terang ustadz Azhar.
“Tapi
Tad. Bagaimana dengan LDR? Long Distance Realitionship, hubungan jarak jauh.”
Rifa coba mencari tahu.
“Zina
hati, zina pikiran. Benar bukan? LDR juga memikirkan sang kekasih disana, itu
zina pikiran. Karena sang kekasih belum menjadi mahram kita.”
“Lalu?”
“Itu
hanya cinta semu Fa. Cinta sesungguhnya hanya kepada-Nya. Allah swt.” Walau
sedikit tak mengerti apa yang diucapkan ustadz Azhar, Rifa hanya
mengangguk-angguk.
Lalu
kembali ke kamarnya. Dan memikirkan kata-kata ustadz Azhar.
...
Sudah
berpuluh-puluh kali Alifah mengirim pesan ke Rifa. Sudah berkali-kali juga ia
menelpon Rifa. Namun hasilnya tetap nihil. Istirahat sekolah ini, Alifah hanya
duduk dan menatap handphonenya. Menantikan Rifa memberi kabar. Izzah,
sahabatnya, yang baru pulang shalat dhuha sedih melihat Alifah seperti ini.
Izzah
langsung duduk di sebelah Alifah.
“Zah,
kok Rifa nggak ngasih kabar ya?”
“Fah,
sampai kapan kamu terus mikirin cinta semu itu? Sedangkan kamu mulai melupakan
cinta yang sebenarnya.” Izzah sudah tak tahan melihat Alifah seperti ini.
“Maksudmu?”
Tanya Alifah memandang Izzah.
“Gini,
Rifa itu hanya cinta semu. Cinta sebenarnya itu hanya milik Allah. Bukan
maksudku untuk menceramahimu.”
“Lalu?”
“Jodoh
nggak kemana Fah. Kalau kamu ditulis di Lauhul Mahfudz dengan Rifa. Pasti ada
jalan yang lebih baik. Tanpa hubungan yang nggak direstui oleh Allah ini. Kalau
memang bukan Rifa, pasti kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari Rifa.”
Alifah
hanya diam. Mencermati setiap kata-kata Izzah yang dilontarkan untuknya. Alifah
memang jadi jauh dengan-Nya semenjak berpacaran dengan Rifa.
...
Rifa
pun memutuskan untuk fokus ke Ujian Nasional, Alifah pun begitu. Rifa berencana
untuk kuliah di Kairo, menambah ilmu agama Islam. Sedangkan Alifah akan mengikut tes
SPMB dengan pilihan pertama UI, lalu kedua UGM. Rencananya Alifah akan
mengambil sastra untuk menggali ilmunya untuk membuat novel dan cerpen.
Mereka
berdua mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga hubungan mereka
benar-benar terputus.
Hasil
tes SPMB keluar tepat ketika Rifa akan berangkat ke Kairo. Alifah diterima di
UI di sastra bahasa Indonesia. Sedangkan Rifa sudah mengincar salah satu perguruan
tinggi di Kairo. Yang mungkin cocok dengannya. Saat ini Rifa sudah di bandara
di temani abi, umi dan adik-adiknya.
...
Alifah
masih berkumpul dengan anggota Rohis angkatannya ketika SMP. Saat ini juga sedang
berkumpul di musholah SMP dengan anak ikhwan Rohis yang seangkatan dengan
Alifah di SMP ini juga. Saat ini mereka berkumpul karena akan kedatangan
seseorang dari luar negeri. Alifah tak tahu siapa orangnya.
“Assalamualaikum.
Kak BU mengumpulkan kalian disini karena kita akan menyambut salah satu teman
kalian yang pulang kuliah dari Kairo.”
Mendengar
kak BU bilang begitu. Semua langsung ribut. Pertanyaan mereka semua hampir
sama, siapa? Mereka jelas kaget ada teman seangkatan mereka yang melanjutkan studi ke
Kairo.
“Dan
sekarang orangnya sedang dijemput oleh Zakiy di stasiun.”
Panjang
umur, suara deru motor terdengar mendekati musholah. Zakiy masuk musholah
disusul dengan... Rifa! Alifah benar-benar kaget dengan kedatangan Rifa kesini.
“Rifa.
Sehat akhi?” Tanya kak BU.
“Alhamdulillah
saya sehat kak.”
Alifah
hanya termangu melihat Rifa yang sudah dewasa. Terakhir Alifah melihat ketika
kelulusan SMP. Dan sekarang mereka sudah lulus kuliah. Sudah berapa tahun
lamanya tak melihat? Dan tentu saja hubungan mereka sudah berakhir ketika
mereka saling mengerti arti cinta sesungguhnya.
...
Bunda
sudah menyuruh Alifah untuk mencari pasangan hidup. Karena umur Alifah yang
memang sudah matang untuk menikah.
“Fah,
sudah ada calon?” Tanya bunda suatu hari.
“Belum
tahu bu. Nanti coba Alifah tanya ke kak Nana. Mungkin ada calon yang cocok
untuk Alifah.”
Esoknya,
Alifah mengunjungi rumah kak Nana, untuk menanyakan perihal itu. Alifah ingin
melakukan ta’aruf dengan seorang ikhwan pilihan kak Nana. Alifah yakin,
mentornya saat SMP ini pasti akan memilih calon yang cocok untuk Alifah.
“Kamu
sudah siap untuk menikah dek?” Tanya kak Nana.
“Iya
kak. Kaka ada calon untukku?”
“Sepertinya
ada. Minggu depan kamu datang lagi untuk mengambil biodata ikhwan itu.” Kak
Nana tersenyum. Alifah lega mendengar kak Nana punya calon untuknya.
...
“Tadi
Alifah datang ke rumah kak Nana. Ia ingin melakukan ta’aruf dengan seorang
ikhwan yang sudah siap. Bagaimana denganmu?”
“Insya
Allah saya siap kak.”
“Kamu
tulis biodata singkat kamu disini ya. Minggu depan Alifah akan datang kesini
untuk mengambil biodatamu.
“Iya
kak.”
...
Alifah
masih galau. Siapa yang dipilih kak Nana untuk menjadi calonnya nanti? Pernah
kak Nana memperkenalkan adik asuhnya di tempat mengajarnya dulu. Namanya
Shidiq. Seorang ikhwan yang sudah menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi
swasta di Jakarta. Tentunya dengan ilmu agama yang sudah tak diragukan lagi.
Mungkin
itu calon yang akan berta’aruf dengan Alifah. Karena memang sepertinya kak Nana
ingin mencalonkan Alifah dengan Shidiq. Dengan pertanyaan kak Nana yang sempat
terlontar ketika menyampaikan materi waktu itu.
Di
luar jendela, hujan semakin deras. Alifah merasakan kesejukan dalam dirinya.
...
Hari
ini, tepat seminggu dengan hari yang dijanjikan kak Nana. Alifah pamit ke bunda
untuk mengambil biodata calon untuk Alifah.
“Hati-hati
di jalan ya nak.”
“Iya
bun. Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Alifah
mengucapkan bismilah ketika kakinya sudah melangkah keluar rumah. Perjalanan
cukup jauh, butuh waktu setengah jam untuk sampai.
Sampai
sana, kak Nana sudah menunggu di ruang tamu. Tentunya sambil memegang sebuah
amplop coklat besar. Tersenyum ke Alifah. Alifah langsung duduk.
“Ini.
Baca basmalah dulu dek.”
“Iya
ka. Tapi aku buka di rumah saja boleh?”
“Tentu.
Hati-hati ya dek.”
Alifah
langsung pamit dan membawa sebuah amplop yang berisi sebuah biodata dari
calonnya. Tangannya gemetar.
...
Di
kamar, Alifah menyetel radionya. Ia pulang tepat waktu. Hujan turun ketika ia
sudah sampai di rumah. Suasana kamar menjadi dingin karena udara di luar.
Alifah masih duduk di tepi ranjang sambil memegang amplop coklat itu.
Bismillah.
Alifah
membuka selotip yang menutup rapat amplop tersebut. Pelan-pelan ia menarik ke
luar kertas yang berada di dalam amplop. Di paling atas tertera nama dan Alifah
melihat ke arah kanan kertas. Calonnya bernama Rifa Ashykya. Subhanallah. Alifah
tak menyangka melihat nama Rifa tertera di kertas itu. Matanya langsung panas.
Dan butiran-butiran dari air matanya jatuh di pipi.
Tepat
ketika butiran air mata jatuh di pipi Alifah. Penyiar radio memutarkan sebuah
lagu request dari seseorang. Lagu Jodoh Pasti Bertemu dari Afgan.
Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti
mengharapkanmu
Jika aku memang
tercipta untukmu
Ku kan memilikimu
Jodoh pasti bertemu
Sungguh
indah ketika kita mencintai cinta yang sesungguhnya. Cinta kepada-Nya lah yang
sesungguhnya. Betapa indah pula kado yang terindah dari-Nya untuk hamba seperti
Alifah yang senantiasa menunggu jodohnya. Menunggu tanpa hubungan yang tak
diridai oleh-Nya. Butir-butir air mata Alifah semakin banyak jatuh di pipinya
ketika melihat kembali kertas itu menuliskan nama Rifa. Karena tak percaya akan
semua ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar