Hembusan angin disini berbeda dengan
hembusan angin sejuk di pekarangan rumahnya. Sejuk, dingin, tapi menusuk sampai
rusuknya, sepi dari suara keramaian. Hanya terdengar suara berisik dedaunan
yang bergoyang indah tetapi terkesan menyeramkan.
Kezia
sedang duduk di bangku panjang di bawah pohon beringin, sendirian. Di pangkuannya
sudah ada sebuket bunga dan air mawar. Yep,
ia datang ke tempat ini sengaja untuk melihat keadaan makam alm.mama nya. Menatap
lurus dengan pandangan kosong dan terkadang peristiwa setahun lalu yang menimpa
mamanya mengganggu pikirannya dan datang tanpa permisi.
Pikirannya
sedang pergi entah kemana. Tanpa sadar, ada seorang cowok duduk di sebelahnya.
Celana panjang gombrong, kaus oblong, kamera dikalungkan, dan tangan kanannya
memegang sebuket bunga. Sudah 15 menit yang lalu cowok itu memperhatikan Kezia.
Dan ia otomatis menyaksikan Kezia menangis. Kezia kaget mendapatkan ada
seseorang di sampingnya.
“Siapa
lo?” Tanya Kezia kaget, nyaris ia melompat dari bangku itu.
“Gue
Hamzah. Lo?” Tanyanya balik bertanya pada Kezia.
“Kezia.
Ngapain lo kesini?” Tanya Kezia bodoh. Apa seh yang dilakukan orang-orang ke
pemakaman kalau bukan untuk nyekar? Gak mungkin kan cowok seganteng Hamzah jadi
tukang jaga pemakaman?
“Nyekar
makam bokap. Lo?”
“Nyekar
makam nyokap”
Setelah
mendapatkan jawaban dari Kezia, cowok itu menghampiri sebuah makam, berjongkok
dan berdiam diri sejenak, lalu menaruh sebuket bunga di depan nisannya. Setelah
itu, Hamzah pergi meninggalkan pemakaman. Kezia bergidik seram melihat Hamzah
yang datang secara tiba-tiba di pemakaman. Tapi, Kezia melupakan masalah itu
dan bangkit dari bangku panjang yang ia duduki. Menghampiri makam yang
bertuliskan “Karmila Binti Ateng 291072 040312” di nisan, mengirimkan doa, dan
menaruh sebuket bunga di depan nisan lalu menyiram dengan air mawar.
...
Semenjak
liburan, Kezia hampir setiap hari pergi ke makam.Kalau tidak ke makam pasti
karena mas Adit mengajaknya ke toko buku atau papanya yang suka mengajak Kezia
ke kantornya di Amrik ketika libur panjang begini. Hari ini, Kezia melihat
keadaan makam mamanya lagi. Dan, Hamzah duduk disampingnya, Kezia pun menoleh
“klik”.
“Hey,
bisakah kau memotretku secara bilang-bilang?” Bentak Kezia.
“Habis,
kau terlihat murung”
“Bukan
urusanmu”
“klik”
tertangkap wajah Kezia yang sedang bete banget. Hamzah tertawa, Kezia
memanyunkan mulutnya. “klik” tertangkap yang lebih jelek dari yang tadi. Kezia
kesal dan mengejar Hamzah. Hamzah terus berlari, berlari, dan bruk. Ada akar
pohon.
Lutut
Hamzah berdarah, Kezia panik tetapi disambut tawa keras Hamzah. Tanpa babibu
lagi Kezia memukul lutut Hamzah yang berdarah, dan ia meringis. Gantian.
“Gue
pulang ya, mau cepet-cepet diobatin nih” Seru Hamzah.
“Nggak
mau gue anter, Zah?” Tawar Kezia.
“Nggak
usah. Makasih banyak” Lalu ia menghilang di pemakaman. Dan, menjatuhkan kartu
pelajarnya.
Hari-hari
Kezia sudah tidak sepi lagi. Ada Hamzah yang menghiasi hari-harinya. Waktu
nyekarpun mereka secara bergantian menemani, ke toko buku juga-mereka sudah
membeli banyak buku hasil patungan, dan sudah banyak pula foto-foto mereka yang
ada di kamera Hamzah.
1
bulan sudah mereka menjalin hubungan tanpa status. Sampai akhirnya Hamzah
menyatakan perasaanya kepada Kezia.
“Kalau
kamu terima aku, foto diri kamu sambil senyum” Jelas Hamzah.
“Kalau
aku nggak terima kamu?” Tanya Kezia.
“Foto
diri kamu sambil manyun” Jelasnya lagi.
“Oke,
tapi aku foto disana aja ya?” Aku menunjuk ke arah yang agak jauh darinya.
“Oke”
Kezia
pun menjauh dari Hamzah, dan tanpa Hamzah ketahui, Kezia memotret dirinya
dengan senyum lebar sampai matanya. Kezia meminta Hamzah untuk melihatnya waktu
sampai rumah saja, karena ia sangat malu menjawab itu untuk Hamzah.
Mereka senang karena status mereka saat ini berpacaran. Tapi
seminggu setelah jadian, Kezia tak pernah mendapatkan kabar dari Hamzah. Hamzah
menghilang. Maka, Kezia segera memutuskan untuk ke rumahnya yang tertera di
kartu pelajar milik Hamzah.
Sampai
di rumah Hamzah, Kezia bertemu dengan ibunya dan langsung menanyakan Hamzah.
Bukan jawaban yang Kezia dapat, melainkan isak tangis ibunya, Kezia bingung.
Ternyata
3 bulan yang lalu, keluarga ini mengalami kecelakaan mobil yang hebat. Namun,
hanya Hamzah dan ayahnya yang meninggal. Sementara, ibunya dan adiknya selamat.
Ibunya mengantarkan Kezia ke rumah Hamzah yang sekarang. Kaki Hamzah terasa
lemas ketika ada nama Hamzah di papan nisannya. Makam Hamzah tepat disebelah
makam ayahnya, namun mengapa selalu tak pernah terlihat?
Lalu?
Siapa yang menemani hari-harinya membeli buku? nyekar makam mama? memotret
dirinya? menghiasi hari-harinya? Kezia ketakutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar