Minggu, 06 Januari 2013

Dia



Hembusan angin disini berbeda dengan hembusan angin sejuk di pekarangan rumahnya. Sejuk, dingin, tapi menusuk sampai rusuknya, sepi dari suara keramaian. Hanya terdengar suara berisik dedaunan yang bergoyang indah tetapi terkesan menyeramkan.
            Kezia sedang duduk di bangku panjang di bawah pohon beringin, sendirian. Di pangkuannya sudah ada sebuket bunga dan air mawar. Yep, ia datang ke tempat ini sengaja untuk melihat keadaan makam alm.mama nya. Menatap lurus dengan pandangan kosong dan terkadang peristiwa setahun lalu yang menimpa mamanya mengganggu pikirannya dan datang tanpa permisi.
            Pikirannya sedang pergi entah kemana. Tanpa sadar, ada seorang cowok duduk di sebelahnya. Celana panjang gombrong, kaus oblong, kamera dikalungkan, dan tangan kanannya memegang sebuket bunga. Sudah 15 menit yang lalu cowok itu memperhatikan Kezia. Dan ia otomatis menyaksikan Kezia menangis. Kezia kaget mendapatkan ada seseorang di sampingnya.
            “Siapa lo?” Tanya Kezia kaget, nyaris ia melompat dari bangku itu.
            “Gue Hamzah. Lo?” Tanyanya balik bertanya pada Kezia.
            “Kezia. Ngapain lo kesini?” Tanya Kezia bodoh. Apa seh yang dilakukan orang-orang ke pemakaman kalau bukan untuk nyekar? Gak mungkin kan cowok seganteng Hamzah jadi tukang jaga pemakaman?
            “Nyekar makam bokap. Lo?”
            “Nyekar makam nyokap”
            Setelah mendapatkan jawaban dari Kezia, cowok itu menghampiri sebuah makam, berjongkok dan berdiam diri sejenak, lalu menaruh sebuket bunga di depan nisannya. Setelah itu, Hamzah pergi meninggalkan pemakaman. Kezia bergidik seram melihat Hamzah yang datang secara tiba-tiba di pemakaman. Tapi, Kezia melupakan masalah itu dan bangkit dari bangku panjang yang ia duduki. Menghampiri makam yang bertuliskan “Karmila Binti Ateng 291072 040312” di nisan, mengirimkan doa, dan menaruh sebuket bunga di depan nisan lalu menyiram dengan air mawar.
...
            Semenjak liburan, Kezia hampir setiap hari pergi ke makam.Kalau tidak ke makam pasti karena mas Adit mengajaknya ke toko buku atau papanya yang suka mengajak Kezia ke kantornya di Amrik ketika libur panjang begini. Hari ini, Kezia melihat keadaan makam mamanya lagi. Dan, Hamzah duduk disampingnya, Kezia pun menoleh “klik”.
            “Hey, bisakah kau memotretku secara bilang-bilang?” Bentak Kezia.
            “Habis, kau terlihat murung”
            “Bukan urusanmu”
            “klik” tertangkap wajah Kezia yang sedang bete banget. Hamzah tertawa, Kezia memanyunkan mulutnya. “klik” tertangkap yang lebih jelek dari yang tadi. Kezia kesal dan mengejar Hamzah. Hamzah terus berlari, berlari, dan bruk. Ada akar pohon.
            Lutut Hamzah berdarah, Kezia panik tetapi disambut tawa keras Hamzah. Tanpa babibu lagi Kezia memukul lutut Hamzah yang berdarah, dan ia meringis. Gantian.
            “Gue pulang ya, mau cepet-cepet diobatin nih” Seru Hamzah.
            “Nggak mau gue anter, Zah?” Tawar Kezia.
            “Nggak usah. Makasih banyak” Lalu ia menghilang di pemakaman. Dan, menjatuhkan kartu pelajarnya.
            Hari-hari Kezia sudah tidak sepi lagi. Ada Hamzah yang menghiasi hari-harinya. Waktu nyekarpun mereka secara bergantian menemani, ke toko buku juga-mereka sudah membeli banyak buku hasil patungan, dan sudah banyak pula foto-foto mereka yang ada di kamera Hamzah.
            1 bulan sudah mereka menjalin hubungan tanpa status. Sampai akhirnya Hamzah menyatakan perasaanya kepada Kezia.
            “Kalau kamu terima aku, foto diri kamu sambil senyum” Jelas Hamzah.
            “Kalau aku nggak terima kamu?” Tanya Kezia.
            “Foto diri kamu sambil manyun” Jelasnya lagi.
            “Oke, tapi aku foto disana aja ya?” Aku menunjuk ke arah yang agak jauh darinya.
            “Oke”
            Kezia pun menjauh dari Hamzah, dan tanpa Hamzah ketahui, Kezia memotret dirinya dengan senyum lebar sampai matanya. Kezia meminta Hamzah untuk melihatnya waktu sampai rumah saja, karena ia sangat malu menjawab itu untuk Hamzah.
            Mereka senang karena status mereka saat ini berpacaran. Tapi seminggu setelah jadian, Kezia tak pernah mendapatkan kabar dari Hamzah. Hamzah menghilang. Maka, Kezia segera memutuskan untuk ke rumahnya yang tertera di kartu pelajar milik Hamzah.

            Sampai di rumah Hamzah, Kezia bertemu dengan ibunya dan langsung menanyakan Hamzah. Bukan jawaban yang Kezia dapat, melainkan isak tangis ibunya, Kezia bingung.
            Ternyata 3 bulan yang lalu, keluarga ini mengalami kecelakaan mobil yang hebat. Namun, hanya Hamzah dan ayahnya yang meninggal. Sementara, ibunya dan adiknya selamat. Ibunya mengantarkan Kezia ke rumah Hamzah yang sekarang. Kaki Hamzah terasa lemas ketika ada nama Hamzah di papan nisannya. Makam Hamzah tepat disebelah makam ayahnya, namun mengapa selalu tak pernah terlihat?
            Lalu? Siapa yang menemani hari-harinya membeli buku? nyekar makam mama? memotret dirinya? menghiasi hari-harinya? Kezia ketakutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar